Kamis, 22 Oktober 2009

Syok Perdarahan

1.1 Definisi Syok
Ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat 1.
1.2 Definisi Syok Perdarahan
Syok perdarahan disebut juga syok hipovolemia yang diartikan sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat akibat dari kehilangan akut volume peredaran darah 1.

2. Etiologi Syok Perdarahan
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada: 3,4
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.


3. Patofisiologi
Pada syok hemoragik, penurunan volume darah yang akut mengakibatkan mekanisme kompensasi dari saraf simpatis melalui vasokonstriksi perifer, takikardi dan meningkatnya kontraktilitas myokardia, yang mana meningkatkan kebutuhan oksigen dari myokard sampai pada suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi. Secara tidak langsung hipoperfusi jaringan akibat dari vasokonstriksi mengakibatkan metabolisme anaerob dan asidosis 5.
Hipoksia jaringan, asidosis dan pelepasan berbagai mediator mengakibatkan respon inflamasi sistemik. reperfusi luka timbul ketika radikal oksigen dilepaskan selama fase akut secara sistemik selama perbaikan perfusi seluruh tubuh. Humoral dan selular inflamator juga teraktivasi dan dikonstribusi ke vaskuler dan seluler yang luka. Berpindahnya mikroorganisme dan endotoksin melalui pertahanan mukosa yang lemah mengakibatkan terjadinya systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multipel organ failure. Gagalnya mekanisme kompensasi pada syok perdarahan dapat mengakibatkan kematian 5,6.
Pada bentuk syok ringan, tekanan darah arterial dipertahankan oleh peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan takikardi ringan dalam usahanya meningkatkan curah jantung, menimbulkan pengecilan tekanan pulsasi. Karena jantung bekerja lebih keras, maka terjadi peningkatan konsumsi O2. Bentuk hipovolemik yang ringan ditoleransi oleh tubuh dengan perpindahan cairan ekstraselular ke dalam ruang intravaskular dan menyebabkan hemodilusi, kecuali pada syok hemoragik yang terjadi sangat cepat, karena hematokrit tidak akan berubah karena banyaknya darah yang keluar dari tubuh tidak mempunyai cukup waktu untuk memindahkan cairan ke tekanan osmotik yang lebih tinggi 7.
Pada syok berat, fungsi ginjal terganggu, dimana ginjal hanya mampu menoleransi pengalihan darah ke organ-organ penting untuk periode ± 1,5 jam. Jika melewatinya, maka kerusakan berkembang menjadi nekrosis tubular akut 1.
Beberapa faktor mempengaruhi respon hemodinamis terhadap pendarahan, yakni meliputi: usia penderita, parahnya cedera (jenis dan lokasi anatomis), rentang waktu antara cedera dan mulai terapi, terapi cairan pra-rumah sakit, obat-obatan yang pernah dikonsumsi oleh karena penyakit kronis 1.
4. Klasifikasi
Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut, syok hemoragik dibedakan atas kelas-kelas, yaitu:1,10
1. Pendarahan kelas I : kehilangan volume darah hingga 15%
Gejala klinis minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti, karena pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume darah dalam 24 jam.
2. Pendarahan kelas II: kehilangan volume darah 15-30%
Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume darah 750-1500 cc.
Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan tekanan nadi, perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan, atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa).
3. Pendarahan kelas III: kehilangan volume darah 30-40%
Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, antara lain: takikardi dan takipneu yang jelas, perubahan status mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan transfusi darah. Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
4. Pendarahan kelas IV: kehilangan volume darah > 40%
Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang besar, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran menurun, produksi urin hampir tidak ada, kulit dingin dan pucat.
Penderita membutuhkan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan volume darah >50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.
.
5. Perubahan Cairan Sekunder Pada Cedera Jaringan Lunak
Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat, menyebabkan gangguan hemodinamik dengan dua cara: 1
a. Kehilangan darah pada tempat cedera
Terutama pada patah tulang panjang. Fraktur tibia dan humerus menyebab kehilangan darah sebanyak 750 ml, fraktur femur menyebabkan kehilangan darah sebanyak 1500 ml dan beberapa liter darah dapat berkumpul di hematom retroperitoneal pada patah tulang panggul. Fraktur tulang panggul (pelvis) kehilangan darah dapat melebihi 2 liter 8.
b. Edema pada jaringan lunak
Tergantung pada beratnya cedera jaringan lunak. Cedera mengakibatkan aktivasi respon peradangan sistemik dan produksi serta pelepasan banyak cytokin yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan pergeseran cairan dari plasma ke ruang ekstraseluler. Pergeseran tersebut mengakibatkan hilangnya volume intravaskuler menjadi bertambah

6. Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita mengalami syok hipovolemik, kecuali bila terbukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan pendarahan dan mengganti kehilangan volume.

Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani 1
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.


1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar  tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah  PASG (Pneumatic Anti Shock Garment).
Pendarahan internal  operasi
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

B. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intaosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.1
C. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid. Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstisial dan intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”).
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.1


II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ 1
A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian volume yang memadai mengahsilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.

III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:1
1. Respon cepat
Penderia cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance.
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsuna.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera.

Respon Cepat Respon Sementara Tanpa Respon
Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara tek. Darah dan nadi kemudian kembali turun Tetap abnormal
Dugaan Kehilangan darah Minimal (10-20%) Sedang-masih ada (20-40%) Berat (>40%)
Kebutuhan kristaloid Sedikit Banyak Banyak
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Banyak
Persiapan darah Type specific & crossmatch Type specific Emergency
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini ahli bedah Perlu Perlu Perlu
Tabel 2.1
Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal 1

IV. Transfusi Darah 1
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O
- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat.
- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita dengan pendarahan exsanguinating.
c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid
Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid adalah menghangatkan cairannya sampai 39˚C sebelum digunakan.
d. Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk penderita dengan hemothoraks berat.
e. Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.
Penyebab koagulopati:
- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.
f. Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.

V. Pertimbangan Khusus dalam Diagnosis dan Terapi Syok1
a. Menyamakan tekanan darah dengan output jantung
Peningkatan dalam tekanan darah jangan disamakan dengan peningkatan output jantung. Peningkatan dalam tahanan perifer, tanpa perubahan dalam output jantung menghasilkan peningkatan tekanan darah, tetapi tidak menghasilkan perbaikan dalam perfusi jaringan atau oksigenasi.
b. Usia
Mortalitas dan morbiditas meningkat sebanding dengan usia dan status kesehatan kronis.
c. Atlit
Pada atlit, walaupun terjadi kehilangan darah yang banyak respon biasa terhadap hipovolemi mungkin tidak terlihat karena perubahan dinamika kardiovaskuler pada kelompak ini.
d. Kehamilan
Hipervolemi fisiologis akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak sebelum menunjukkan gangguan perfusi.
e. Obat-obatan
Reseptor beta adrenergik bloker dan kalsium channel blockers secara signifikan dapat mengubah respon hemodinamis penderita terhadap pendarahan. Overdosis insulin menyebabkan hipoglikemi. Terapi diuretik kronis dapat menyebabkan hipokalemi yang tak terduga dan unsur anti-infeksi non steroid dapat mengurangi fungsi trombosit.
f. Hipotermia
Penderita dengan hipothermia dan syok hemorrhagic tidak memberi respon normal kepada resusitasi darah dan cairan dan seringkali mengakibatkan berkembangnya koagulopati
g. Alat pacu jantung (pacemaker)
Penderita dengan pacemaker tidak mampu berespon terhadap kehilangan darah, karena output jantung langsung terkait dengan denyut jantung. Pemantauan tekanan vena sentral sangat penting bagi penderita tersebut sebagai acuan pemberian terapi cairan.

VI. Menilai Kembali Respon Penderita dan Menghindari Komplikasi 1
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara
2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban cairan.
3. Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok neurogenik.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar